Penerbit : Arkais creative
Tema : Crime
Terbit : Juli 2024

KOPER MERAH

Langit cerah berwarna biru tampak jelas terlihat, udara yang bersih dan hangatnya mentari sedang dinimati Mirna, berjemur di atas pasir putih, membuang semua penak dan sejuta masalah yang bergejolak.

"Hussttt, diliatin tuh sama yang berewok" Anggis menggoda.

"Ah, gue udah gak percaya sama yang namanya laki-laki!" balasnya ketus.

"Tapi kamu tetep harus membuka hati Mir.." timpal Anggis.

"Bisa ga sih bahas yabg lainnya, Gue ikutin saran lo ke sini semata untuk melupakan mahluk yang bernama laki-laki, jadi please deh.." Mirna mulai terbawa emosi, mengingat kekasihnya Prana. Anggis pun memeluk erat sahabatnya.

Langit mulai menggelap, Dua sahabat itu tengah asik menyantap makan malam di restoran di bibir pantai. Tak sengaja Mirna membuka telepon genggamnya, belasan panggilan tak terjawab dari nama yang sama,. Prana mencoba menghubunginya. Mirna lupa memblokir nomor orang yang paling dicintai sekaligus paling dibencinya itu. Ponselnya pun tidak diaktifkan. Anggis mencoba menghiburnya. Menari mengikuti irama musik bergemuruh, dibawah lampu warna warni, meneguk minuman beralkohol yang menenggelamkannya dalam tawa bahagia.

"Mir, udah yuk, udah mau pagi tau"

"Duluan deh, bentar lagi gue naik"

Anggis meninggalkan Mirna di atas dance floor. Tak lama kemudian Mirna terperanjat mencari sahabatnya itu, wajahnya pucat melihat sosok bayangan yang tak asing baginya muncul diantara riuh pengunjung diskotek.

"Nggis, yok kita balik! gue liat prana tadi, ayo kita cabut" Mirna panik. Keduanya pun bergegas meninggalkan diskotek.

"Kok bengong?" tanya Mirna.

"Kita naik taksi aja ya!" ucap Anggis memutuskan.

"Mana ada taksi jam segini? lagian mobil lo kenapa?" Ketus Mirna

Tak lama kemudian mobil taksi pun menghampiri mereka. Mobil pun melaju kencang menuju hotel tujuan. Anggis tergopoh, memapah sahabatnya yang setengah mabuk memasuki kamarnya.

Matahari kembali bersinar, hampir condong kearah barat. Sudah pukul dua sore. Resepsionis masih berupaya menghubungi nomor extention yang sama, hendak mengkonfirmasi prihal check out. Tapi tak berhasil, menghubungi nomor ponsel  yang ada di data komputer, tapi tidak aktif, hingga suara jeritan room boy mengagetkan seisi ruang.

"Tolong!" suara panik seorang room boy berlarian

"A a a ada yang mati..!" tambahnya, ketakutan.

Beberapa karyawan menghampiri sumber suara,  pintu kamar nomor 2030  terbuka lebar. Sosok perempuan muda tergeletak di lantai tak bernyawa.

"Saya hanya menjalankan tugas saya, menerima orderan pekerjaan dari front office" jelas Teddy, petugas room boy saat di interogasi polisi.

"Saya yang minta Teddy untuk cek kamar 2030 itu, karena saya tidak bisa menghubunginya" sang resepsionis memberi kesaksian.

Penyidik melakukan interogasi pada beberapa karyawan hotel yang menjadi saksi atas kematian Mirna. Polisi juga mencium adanya kematian yang tidak biasa.

Beberapa barang bukti berhasil diamankan, seperti telepon genggam, tas, dompet. Di lacaknya isi ponsel milik korban, hingga menyeret nama Anngis Anggraini ke ruang interogasi.

"Apa betul anda adalah sahabat dari saudari Mirna Vidya Permata?"

"Iya betul, saya adalah sahabatnya" ucap Anggis terbata.

"Mengapa anda meminta Mirna kemari?"

"Dia bercerita tentang hubungannya yang kandas, saya hanya ingin menghiburnya"

Perempuan berambut pirang itu menjelaskan kronologi sebelum sahabatnya itu tewas.

"Anda bawa mobil ke diskotek, mengapa tidak digunakan?"

"Hmm anu, kar..kar..karena saya juga minum alkohol, jadi saya kawatir jika berkendara" Anggis coba mengelak.

"Masih ingat nomor mobil taksi yang kalian tumpangi?" Kejar penyidik.

Anggis hanya menggeleng. "Saya tidak memperhatikannya, karena gelap dan kami tergesa-gesa" suaranya menahan tangis.

"Apakah anda mengenal sopir taksi itu? bagaimana cirinya?"

"Saya tidak tahu, keadaan sangat gelap, dan kita duduk dibelakang pengemudi, jadi saya tidak memperhatikannya" jelas Anggis ketakutan.

"Apakah anda pernah bermasalah dengan saudari Mirna?"

"Ti..ti..tidak" jawab Anggis alot.

Puluhan pertanyaan terus mencecar perempuan berkulit eksotis itu, hingga ia merasa kelelahan. Interogasi pun ditunda, sahabat Mirna itu dibawa keluar ruangan. Wajahnya tampak memucat ketika berpapasan dengan Prana yang hendak memasuki ruang interogasi. Mereka pun saling pandang. Anggis berusaha keras menutupi perasaannya pada lelaki tegap nan gagah itu.

"Memang, hubungan kami sedang ada masalah, dia jadi pencemburu sekali" Prana menjelaskan status hubungannya yang retak akibat orang ketiga.

Lelaki berpenampilan rapi itu pun menjelaskan prihal rencana pernikahannya dengan Mirna yang kandas, terjadi pertengkaran hebat antara mereka.

"Lalu untuk apa anda kemari?" Cecar penyidik

"Aku ingin menjemput Mirna, aku ingin meminta maaf dan kembali melanjutkan hubungan kita"

Prana pun dihujani berbagai pertanyaan yang sulit, yang bila keliru akan beresiko tinggi terhadap dirinya. Prana menuju ke toilet, lalu keluar dan singgah ke westafel yang ada di depan kedua sisi antara toilet lelaki dan perempuan, tepat di bawah keramik westafel, ia meletakkan sesuatu dan meninggalkannya. Tak lama berselang, Anggis mendatangi tempat yang sama, mengambil benda yang diletakkan Prana itu, segera ia memasukkan kunci mobil itu ke kantong kardigan yang dikenakannya.

Polisi dibuat takjub  pada pelaku, tanpa meninggalkan sidik jari sedikitpun di tubuh korban. Tidak ditemukan bekas kekerasan, baik memar, lebam, luka atau darah sedikitpun. Tidak adanya hal yang mencurigakan, Hingga mereka menemukan cairan deterjen dan pemutih pakaian di pojok kamar mandi. Penyidikan pun berlanjut.

"Ngaku saja!" tegas salah satu penyidik, lantang.

Wajah Teddy pucat pasi, tak ada pilihan lain ia pun mengakui kalau kedua benda itu miliknya.

"Semenjak kapan mengepel menggunakan deterjen atau pemutih pakaian?" cecar penyidik yang curiga benda itu bisa digunakan untuk menyamarkan, bahkan menghilangkan sidik jari. Teddy semakin takut, bibirnya bergetar mencari jawaban.

"Itu untuk keperluan mencuci kain, saya pernah meletakkannya di kamar itu"

"Dari pengamatan CCTV, anda masuk ke kamar tersebut beberapa menit setelah korban check in, mengapa anda membuntutinya?"

"Wajah teddy tegang, matanya yang sayu jadi melotot, kaget mendengar pernyataan penyidik yang mengetahui dirinya masuk ke kamar Mirna.

"Eh hmm eh, dia... dia bilang saya mirip dengan seseorang" jawab lelaki muda dengan perawakan bersih itu.

"Dia sempat menggoda saya, tapi saya tolak" tambahnya.

"Tapi kenapa anda masuk dalam kamar?"

"Karena dia minta saya masuk pak" Teddy pun kembali menunduk.

"Apa yang kamu lakukan di dalam kamar bersama korban?"

"Tidak melakukan apapun pak, dia hanya bilang aku tampan dan mirip sesorang yang sangat dicintainya sekaligus dibencinya, lalu saya diberi tips, dan saya langsung keluar kamar" paparnya.

"Lalu mengapa hari ini kamu ambil cuti?"

"Hmm anu, memang sudah saya rencanakan jauh hari sebelumnya, saya mau liburan" jawabnya

"Anda tidak bisa berlibur, sebelum kasus ini selesai" kata salah seorang penyidik.

"Dimana koper merah milik saudari Mirna?" desak penyidik.

"Sss saya tidak tau" jawab Teddy.

Sama dengan jawaban dari para saksi lainnya, penyidik belum mendapatkan petunjuk prihal koper merah yang hilang. Penyidik mencium adanya campur tangan sindikat kelas kakap. Sembari menunggu jadwal autopsi, mereka mengkaji kasus yang serupa, bahwasannya korban dibuat tewas seolah mati wajar, dengan tidak meninggalkan jejak sedikitpun.

Penyidik berhasil mereview CCTV bandara, semuanya tampak biasa. Hingga terlihat dua koper merah dalam waktu bersamaan di dalam peralatan mesin x-ray. Video itu berkali-kali diputar, zoom in - zoom out dengan skala maksimal, hingga mengarah pada seorang pria dengan tato sengat kalajengking di tengkuk belakang lehernya, nampaknya penyidik sudah tidak asing lagi dengan tato pria pelontos yang juga menenteng koper merah ditangannya.

Kecurigaan penyidik terbukti, dengan ciri pelaku yang sama, kasus yang masih belum terpecahkan, yaitu kasus besar yang  terjadi pada pejabat penting pemerintah yang menguap begitu saja, bersamaan dengan berkas dokumen dan barang bukti yang juga menghilang.

"Koper merah mereka tertukar, yang dibawa Mirna adalah dokumen penting yang akan mereka lenyapkan" ujar pimpinan penyidik.

Pulau terpencil yang biasa damai itu kini bising dengan sirine polisi yang lalu lalang. Semenjak kematian Mirna, tempat-tempat yang biasanya ramai berubah menjadi sepi. Mereka juga melakukan pencarian seorang saksi kunci bernama Teddy yang hilang tanpa jejak.

Pemeriksaan pun dilakukan pada mobil milik Anggis yang sudah diamankan, mulai dari isi bagasi, jok, bahkan hingga bagian kolong mobil, tidak ada sesuatu yang mencurigakan di dalam kendaraan itu. Dan tanpa mereka sadari, sepatu mereka menyentuh botol kosong pemutih dan deterjen di kolong mobil milik Anggis itu.


 

Comments

Popular Posts