KOPER MERAH
Langit cerah berwarna biru tampak jelas terlihat,
udara yang bersih dan hangatnya mentari sedang dinimati Mirna, berjemur di atas
pasir putih, membuang semua penak dan sejuta masalah yang bergejolak.
"Hussttt, diliatin tuh sama yang berewok"
Anggis menggoda.
"Ah, gue udah gak percaya sama yang namanya
laki-laki!" balasnya ketus.
"Tapi kamu tetep harus membuka hati Mir.."
timpal Anggis.
"Bisa ga sih bahas yabg lainnya, Gue ikutin saran
lo ke sini semata untuk melupakan mahluk yang bernama laki-laki, jadi please
deh.." Mirna mulai terbawa emosi, mengingat kekasihnya Prana. Anggis pun
memeluk erat sahabatnya.
Langit mulai menggelap, Dua sahabat itu tengah asik
menyantap makan malam di restoran di bibir pantai. Tak sengaja Mirna membuka
telepon genggamnya, belasan panggilan tak terjawab dari nama yang sama,. Prana
mencoba menghubunginya. Mirna lupa memblokir nomor orang yang paling dicintai
sekaligus paling dibencinya itu. Ponselnya pun tidak diaktifkan. Anggis mencoba
menghiburnya. Menari mengikuti irama musik bergemuruh, dibawah lampu warna
warni, meneguk minuman beralkohol yang menenggelamkannya dalam tawa bahagia.
"Mir, udah yuk, udah mau pagi tau"
"Duluan deh, bentar lagi gue naik"
Anggis meninggalkan Mirna di atas dance floor. Tak
lama kemudian Mirna terperanjat mencari sahabatnya itu, wajahnya pucat melihat
sosok bayangan yang tak asing baginya muncul diantara riuh pengunjung diskotek.
"Nggis, yok kita balik! gue liat prana tadi, ayo
kita cabut" Mirna panik. Keduanya pun bergegas meninggalkan diskotek.
"Kok bengong?" tanya Mirna.
"Kita naik taksi aja ya!" ucap Anggis
memutuskan.
"Mana ada taksi jam segini? lagian mobil lo
kenapa?" Ketus Mirna
Tak lama kemudian mobil taksi pun menghampiri mereka.
Mobil pun melaju kencang menuju hotel tujuan. Anggis tergopoh, memapah
sahabatnya yang setengah mabuk memasuki kamarnya.
Matahari kembali bersinar, hampir condong kearah
barat. Sudah pukul dua sore. Resepsionis masih berupaya menghubungi nomor
extention yang sama, hendak mengkonfirmasi prihal check out. Tapi tak berhasil,
menghubungi nomor ponsel yang ada di
data komputer, tapi tidak aktif, hingga suara jeritan room boy mengagetkan
seisi ruang.
"Tolong!" suara panik seorang room boy
berlarian
"A a a ada yang mati..!" tambahnya,
ketakutan.
Beberapa karyawan menghampiri sumber suara, pintu kamar nomor 2030 terbuka lebar. Sosok perempuan muda
tergeletak di lantai tak bernyawa.
"Saya hanya menjalankan tugas saya, menerima
orderan pekerjaan dari front office" jelas Teddy, petugas room boy saat di
interogasi polisi.
"Saya yang minta Teddy untuk cek kamar 2030 itu,
karena saya tidak bisa menghubunginya" sang resepsionis memberi kesaksian.
Penyidik melakukan interogasi pada beberapa karyawan
hotel yang menjadi saksi atas kematian Mirna. Polisi juga mencium adanya
kematian yang tidak biasa.
Beberapa barang bukti berhasil diamankan, seperti
telepon genggam, tas, dompet. Di lacaknya isi ponsel milik korban, hingga
menyeret nama Anngis Anggraini ke ruang interogasi.
"Apa betul anda adalah sahabat dari saudari Mirna
Vidya Permata?"
"Iya betul, saya adalah sahabatnya" ucap
Anggis terbata.
"Mengapa anda meminta Mirna kemari?"
"Dia bercerita tentang hubungannya yang kandas,
saya hanya ingin menghiburnya"
Perempuan berambut pirang itu menjelaskan kronologi
sebelum sahabatnya itu tewas.
"Anda bawa mobil ke diskotek, mengapa tidak
digunakan?"
"Hmm anu, kar..kar..karena saya juga minum
alkohol, jadi saya kawatir jika berkendara" Anggis coba mengelak.
"Masih ingat nomor mobil taksi yang kalian tumpangi?"
Kejar penyidik.
Anggis hanya menggeleng. "Saya tidak
memperhatikannya, karena gelap dan kami tergesa-gesa" suaranya menahan
tangis.
"Apakah anda mengenal sopir taksi itu? bagaimana
cirinya?"
"Saya tidak tahu, keadaan sangat gelap, dan kita
duduk dibelakang pengemudi, jadi saya tidak memperhatikannya" jelas Anggis
ketakutan.
"Apakah anda pernah bermasalah dengan saudari
Mirna?"
"Ti..ti..tidak" jawab Anggis alot.
Puluhan pertanyaan terus mencecar perempuan berkulit
eksotis itu, hingga ia merasa kelelahan. Interogasi pun ditunda, sahabat Mirna
itu dibawa keluar ruangan. Wajahnya tampak memucat ketika berpapasan dengan
Prana yang hendak memasuki ruang interogasi. Mereka pun saling pandang. Anggis
berusaha keras menutupi perasaannya pada lelaki tegap nan gagah itu.
"Memang, hubungan kami sedang ada masalah, dia
jadi pencemburu sekali" Prana menjelaskan status hubungannya yang retak
akibat orang ketiga.
Lelaki berpenampilan rapi itu pun menjelaskan prihal
rencana pernikahannya dengan Mirna yang kandas, terjadi pertengkaran hebat
antara mereka.
"Lalu untuk apa anda kemari?" Cecar penyidik
"Aku ingin menjemput Mirna, aku ingin meminta
maaf dan kembali melanjutkan hubungan kita"
Prana pun dihujani berbagai pertanyaan yang sulit,
yang bila keliru akan beresiko tinggi terhadap dirinya. Prana menuju ke toilet,
lalu keluar dan singgah ke westafel yang ada di depan kedua sisi antara toilet
lelaki dan perempuan, tepat di bawah keramik westafel, ia meletakkan sesuatu
dan meninggalkannya. Tak lama berselang, Anggis mendatangi tempat yang sama,
mengambil benda yang diletakkan Prana itu, segera ia memasukkan kunci mobil itu
ke kantong kardigan yang dikenakannya.
Polisi dibuat takjub
pada pelaku, tanpa meninggalkan sidik jari sedikitpun di tubuh korban.
Tidak ditemukan bekas kekerasan, baik memar, lebam, luka atau darah sedikitpun.
Tidak adanya hal yang mencurigakan, Hingga mereka menemukan cairan deterjen dan
pemutih pakaian di pojok kamar mandi. Penyidikan pun berlanjut.
"Ngaku saja!" tegas salah satu penyidik,
lantang.
Wajah Teddy pucat pasi, tak ada pilihan lain ia pun
mengakui kalau kedua benda itu miliknya.
"Semenjak kapan mengepel menggunakan deterjen
atau pemutih pakaian?" cecar penyidik yang curiga benda itu bisa digunakan
untuk menyamarkan, bahkan menghilangkan sidik jari. Teddy semakin takut,
bibirnya bergetar mencari jawaban.
"Itu untuk keperluan mencuci kain, saya pernah
meletakkannya di kamar itu"
"Dari pengamatan CCTV, anda masuk ke kamar
tersebut beberapa menit setelah korban check in, mengapa anda membuntutinya?"
"Wajah teddy tegang, matanya yang sayu jadi
melotot, kaget mendengar pernyataan penyidik yang mengetahui dirinya masuk ke
kamar Mirna.
"Eh hmm eh, dia... dia bilang saya mirip dengan
seseorang" jawab lelaki muda dengan perawakan bersih itu.
"Dia sempat menggoda saya, tapi saya tolak"
tambahnya.
"Tapi kenapa anda masuk dalam kamar?"
"Karena dia minta saya masuk pak" Teddy pun
kembali menunduk.
"Apa yang kamu lakukan di dalam kamar bersama
korban?"
"Tidak melakukan apapun pak, dia hanya bilang aku
tampan dan mirip sesorang yang sangat dicintainya sekaligus dibencinya, lalu
saya diberi tips, dan saya langsung keluar kamar" paparnya.
"Lalu mengapa hari ini kamu ambil cuti?"
"Hmm anu, memang sudah saya rencanakan jauh hari sebelumnya,
saya mau liburan" jawabnya
"Anda tidak bisa berlibur, sebelum kasus ini
selesai" kata salah seorang penyidik.
"Dimana koper merah milik saudari Mirna?"
desak penyidik.
"Sss saya tidak tau" jawab Teddy.
Sama dengan jawaban dari para saksi lainnya, penyidik
belum mendapatkan petunjuk prihal koper merah yang hilang. Penyidik mencium
adanya campur tangan sindikat kelas kakap. Sembari menunggu jadwal autopsi,
mereka mengkaji kasus yang serupa, bahwasannya korban dibuat tewas seolah mati
wajar, dengan tidak meninggalkan jejak sedikitpun.
Penyidik berhasil mereview CCTV bandara, semuanya
tampak biasa. Hingga terlihat dua koper merah dalam waktu bersamaan di dalam
peralatan mesin x-ray. Video itu berkali-kali diputar, zoom in - zoom out
dengan skala maksimal, hingga mengarah pada seorang pria dengan tato sengat
kalajengking di tengkuk belakang lehernya, nampaknya penyidik sudah tidak asing
lagi dengan tato pria pelontos yang juga menenteng koper merah ditangannya.
Kecurigaan penyidik terbukti, dengan ciri pelaku yang
sama, kasus yang masih belum terpecahkan, yaitu kasus besar yang terjadi pada pejabat penting pemerintah yang
menguap begitu saja, bersamaan dengan berkas dokumen dan barang bukti yang juga
menghilang.
"Koper merah mereka tertukar, yang dibawa Mirna
adalah dokumen penting yang akan mereka lenyapkan" ujar pimpinan penyidik.
Pulau terpencil yang biasa damai itu kini bising
dengan sirine polisi yang lalu lalang. Semenjak kematian Mirna, tempat-tempat
yang biasanya ramai berubah menjadi sepi. Mereka juga melakukan pencarian
seorang saksi kunci bernama Teddy yang hilang tanpa jejak.
Pemeriksaan pun dilakukan pada mobil milik Anggis yang
sudah diamankan, mulai dari isi bagasi, jok, bahkan hingga bagian kolong mobil,
tidak ada sesuatu yang mencurigakan di dalam kendaraan itu. Dan tanpa mereka
sadari, sepatu mereka menyentuh botol kosong pemutih dan deterjen di kolong
mobil milik Anggis itu.



Comments
Post a Comment