Penerbit : Komunitas Merangkai Aksara
Terbit : November 2024
Penyelenggara : Komunitas Merangkai Aksara
Buku ini adalah kumpulan cerpen horor terbaik dari peserta lomba menulis cerpen horor

Wangi Semerbak Calon Pengantin

Oleh Surur

Mahesa dan Arumi adalah dua sejoli yang sedang dimabuk cinta, hari bahagia sudah di depan mata, hanya tinggal hitungan bulan, mereka berdua akan saling berikrar sehidup semati. Semua telah dipersiapkan dengan matang sesuai dengan konsep yang mereka inginkan, mulai dari gedung, set pelaminan, juga keperluan dekorasi dan lain sebagainya. Hingga suatu hari kedua sejoli itu melintas pada sebuah tempat yang sangat indah. Setelah melakukam survey di beberapa lokasi, rupanya mereka masih belum menemukan tempat yang cocok untuk konsep foto prewedding yang mereka inginkan. Kendaraan beroda empat itu pun menepi, melangkah perlahan memasuki sebuah hutan, juga langit senja yang memancarkan jingga keemasan yang menambah indah suasana belantara itu.

Kedua pasang kekasih itu pun segera memasuki hutan tersebut penuh antusias.

"Wow, indah sekali.." Arumi berdecak kagum.

"Seperti di dalam dongeng.." Mahesa menambahi, sembari memandangi sekeliling penuh takjub.

Hampir setiap sudut tempat itu tak luput dari pengamatan keduanya, tak ada celah sedikitpun, tempat itu sangat sempurna bagi mereka.

"Kita harus foto prewed disini!" ujar Mahesa. Sang kekasih pun mengangguk, setuju.

"Lihat pohon yang sangat besar itu, kita berdiri di bawahnya dengan menggunakan gaun kuning, layaknya princes belle.." Arumi mengungkapkan keinginannya.

"Lihat! ada sungai juga" Mahesa berlari ke tempat air mengalir itu.

Mereka pun semakin terlena dengan keindahan hutan belantara itu, bahkan semakin jauh meninggalkan kendaraannya. Masih mengagumi setiap sisi dari tempat itu, tanpa mereka sadari senja mulai meninggalkannya, langit berubah menjadi gelap. Mereka pun mulai sadar, dan mencoba mencari jalan keluar. Beberapa jalan setapak dilaluinya, tapi tidak juga menemukan jalan yang pernah dilintaisnya.

"Kita sudah melewati jalan ini berkali-kali.." suara lirih Arumi putus asa.

"Ngga, kita baru saja menemukan jalan ini" balas Mahesa yakin.

"Aku capek" keluh sang kekasih.

"Tenang saja, kita pasti menemukan jalan keluarnya" Mahesa menghibur sang kekasih.

"Kamu tunggu disini ya, aku akan kembali lagi jika aku sudah menemukan jalan keluar" ujar lelaki tampan itu.

"Aku akan ambilkan air dari sungai untukmu" tambahnya lagi

Arumi pun pasrah, badannya semakin lemas. Jantungnya bedebar kencang tak beraturan, ketakutan. Mahesa bergegas melangkah meninggalkan perempuan yang dicintainya itu. Sementara Arumi tergeletak di atas sebuah batu besar, lunglai. Mahesa semakin jauh meninggalkannya, nmun tiba-tiba langkahnya gontai, lelaki berbadan kekar itu terdiam sejenak, berusaha bisa berdiri tegap, pepohonan disekitar seolah berputar mengelilinginya, dia tampak pusing. Jemari tangannya menyentuh kening, menahan bola mata yang juga ikut berputar. Seketika saja ia melihat sosok perempuan cantik yang wajahnya tidak asing baginya, Perempuan berambut panjang itu berteriak mengulurkan tangannya, meminta tolong, tubuhnya bersimbah darah di bopong oleh seorang raksaksa hitam yang buruk rupa, tangan kirinya mengenggam sebilah benda tajam, dengan tetesan darah diujungnya.

"Tolong selamatkan aku..!" Teriak gadis itu lantang.

Seketika saja Mahesa kembali tersadar, terdiam terpaku. Meyakinkan dirinya kalau yang baru saja terjadi itu hanya lah ilusinya semata. Bukan pertama kalinya kejadian seperti itu dirasakan. layaknya sinyal dari semesta yang didapatkan, seolah memberitahu kejadian yang akan terjadi beberapa waktu kemudian, bahkan sangat singkat, hanya dalam waktu lima menit saja ilusinya itu bisa menjadi kenyataan.

Mahesa berbalik arah, berlari dengan cepat, kembali menemui sang kekasih. "Kamu sudah menemukan jalan keluar?" Tanya Arumi lirih. Mahesa menggelengkan kepala, menatap sang sekasih penuh iba. Lalu menggendongnya.

"Kita mau kemana?"

"Kita akan kembali ke mobil sayang" ujar Mahesa menahan takutnya.

Ia sangat ketakutan jika saja ilusinya itu benar-benar menjadi kenyataan. Lalu langkahnya terhenti, melihat sebuah rumah kayu yang telah usang, di depannya.  Mereka berdua pun singgah di bangunan tua yang dikelilingi oleh beraneka ragam bunga nan indah.

Tok tok tok..

Daun pintu itu terbuka dengan sendirinya, tidak terkunci.

"Ada perlu apa kemari?" Suara seorang perempuan tua bergetar mengagetkan mereka. "Kami ingin keluar dari hutan ini" ujar Mahesa. Sementara nenek tua itu menatap Arumi penuh gairah.

“Masuklah!”

Calon  pengantin itu pun menuruti perintah.

“Silahkan diminum” perempuan renta itu mempersilahkan,

Sepasang kekasih itu pun langsung mengindahkannya, meneguk secangkir minuman yang disediakan oleh tuan rumah.

"Pulanglah nak.." kata Nenek berambut gimbal itu. Seketika bias cahaya menerangi sekitar, jalan setapak pun jelas terlihat. Mata Mahesa berbinar, kakinya mulai melangkah keluar dari gubuk itu, semakin menjauh. Hingga bias cahaya itu hilang dan semakin menggelap, Mahesa mulai tersadar, merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi, ia mengira dirinya menggandeng tangan sang kekasih, namun ternyata salah, Sosok Arumi yang sedari tadi digandeng telah berubah menjadi mahluk besar dan hitam penuh dengan bulu dan rambut hitam, dengan aroma busuk yang menyengat. Mahesa pun terpental, berteriak ketakutan. Mahluk itu menggenggam sebilah senjata tajam yang panjang, dengan bau amis dan bekas darah yang menempel disisinya. Sosok itu persis seperti yang ada dalam ilusinya beberapa waktu lalu.

“Dimana Arumi?!” teriaknya

Mahluk itu hanya mengerang dengan suara berat layaknya erangan serigala yang menemukan seekor mangsa. Telapak kakinya yang lebar mulai melangkah mendekati Mahesa.

“Tolong!” jerit Mahesa, berharap ada orang yang mendengarnya. Ia berlari secepat mungkin, hingga terjatuh, Braak!! kakinya menginjak beberapa tumpukan tulang tengkorak. Semakin membuatnya panik dan ketakutan. Mahluk menyeramkan itu terus mengejarnya. Dengan terengah-engah Mahesa berusaha berlari mencari jalan kembali ke gubuk tua itu, hendak menyelamatkan kekasihnya. Tiba-tiba saja mahluk hitam itu sudah berada di sampingnya, menghunguskan golok runcing itu hampir menusuk perutnya. Mahesa pun menghindar semampunya, lari terbirit-birit, dengan mudahnya mahluk besar berbulu hitam itu mengejarnya berusaha membunuh pemuda tampan itu.

“Tolong!” Mahesa kembali berteriak berlari tak karuan, hingga kakinya terperosok di sebuah lubang yang tertutup ranting dan dedaunan. Ia berusaha keluar dari lubang itu, tapi semakin kuat pula lubang itu menariknya ke dalam. Hingga akhirnya tubuh Mahesa pun berada di perut bumi, masuk dalam lubang itu. Ia merayap melawan gelap, menyusuri alur lorong kecil di dalam tanah itu. Samar-samar terdengar suara rintihan manusia, sesekali terdengar suara isak tangis perempuan. Ia merayap semakin cepat mendekati sumber suara yang semakin terdengar jelas ditelinganya. Hingga ia melihat celah kecil yang lebih terang dari tempatnya berbaring. Ia berusaha membuka tutup terowongan itu sekuat tenaga hingga berhasil menembus sebuah ruang. Betapa kagetnya puluhan manusia tergeletak tak berdaya berada dalam ruangan itu. Mereka semua adalah perempuan dengan kondisi badan lunglai kering dan keriput.

“A-ampuni s-saya..” ujar salah seorang dari mereka pada Mahesa.

“Aku i-ngin keluar dari s-sini..” tambah salah satu dari perempuan yang tampak tua renta. Mahesa berjalan mengendap-endap, mencari cara agar bisa menemukan Arumi. Betapa kagetnya ia ketika melihat sosok sang kekasih sedang terbaring di sebuah bangsal dengan tangan dan kedua kaki terikat. Harum wewangian beraneka ragam warna dan jenis bunga pun semerbak tercium, hampir saja Mahesa pingsan dibuatnya, dengan segera ia menutup hidungnya dengan sapu tangan dari saku celananya, lelaki itu pun kembali melakukan aksinya, mendekat pada bangsal yang dikelilingi sesajen dan harumnya bunga. Hingga daun pintu dari arah berlawanan terbuka, Mahesa bersembunyi dibalik gentong besar berisi air yang baunya sangat amis. Perempuan tua renta berjalan gemetar mendekati Arumi yang tak berdaya, tangan kanannya membawa sebilah pisau, sedangkan tangan kirinya menenteng botol kaca being berukuran sedang.

“Aku akan jadi muda lagi.. he he he he…” ujar sang nenek keriput itu girang.

Mahesa semakin panik, mencari cara untuk menyelamatkan kekasihnya.  

“Aku mencium aroma bau pengantin yang sangat wangi dari tubuhmu wahai anak cantik, aku sangat menyukai itu..” suara perempuan renta itu mendesis ditelinga Amira.

“Dan jiwamu yang semerbak itu akan segera berpindah padaku, lalu aku akan kembali muda lagi..wakakaka.. kulitku akan kembali halus, rambutku akan menjadi hitam berkilau, wajahku akan berubah jadi cantik kembali, karena kamu telah melengkapi bilangan itu, ya, kamu adalah calon pengantin yang ke dua puluh satu di purnama ini…” ujar Perempuan tua itu menambahi.

Ritual mistis perempuan tua yang berusia ratusan tahun pun dimulai, jemarinya yang penuh cakar dengan kuku panjagnya mulai menyentuh seluruh tubuh Arumi dari ujung kaki hingga ujung kepala, bibirnya komat-kamit melantunkan mantra ajiannya. Praakk.. suara salah satu guci tua pecah terjatuh, tersenggol Mahesa yang gemetar menahan takut. Perempuan tua menatapnya penuh amarah, ia mengerang seperti suara harimau yang sedang lapar.

"Enyahlah kau!" Nenek tua itu menghunguskan senjata tajamnya pada Mahesa, hampir saja mengenai lengan kirinya, Mahesa terperanjat, menghindar, terjadi perkelahian yang sangat dahsyat antara Mahesa dan nenek bermuka buruk itu, hingga nenek itu tersungkur. Mahesa  melepaskan tali yang mengikat badan Arumi, membopong kekasihnya keluar dari rumah itu. Tapi tiba-tiba semua akses pintu menghilang, tak ditemukan satu pun pintu di rumah tua itu. Mahesa membawa sang kekasih ke lubang rahasia yang membawanya masuk ke dalam gubuk itu.

“Merangkaklah mengikuti alur terowongan..” jelas Mahesa pada Arumi. Perempuan cantik itu hanya mengangguk, lemas.

"Ayo bangun! bangun semuanya! kita keluar dari tempat ini" Mahesa mencoba menyadarkan para korban perempuan tua itu, yang masih dibawah pengaruh sihirnya.

Sebagian menuruti instruksi Mahesa, tapi banyak pula yang sudah tak bergeming, terbujur kaku tak bernyawa. Mereka menyusuri lorong gelap bawah tanah, merangkak dengan sisa tenaga mereka.

"Mau kemana kalian?" Teriak Nenek buruk rupa itu sayup terdenhar. Setelah semuanya berhasil masuk ke dalam lorong rahasia itu, mahesa pun bergegas menutupnya, berharap sang penyihir itu tidak menemukannya. Gelap dan penak, mereka berupaya sebisa mungkin untuk keluar dari lorong yang perlahan mulai runtuh itu.

"Ayo cepat!" Seru Mahesa mengomandoi. Rupanya para perempuan itu tak mendengarkannya. Sebagian dari mereka tidak mampu bertahan, sesak dan tewas dalam lorong gelap itu.

“Arumi, dengarkan aku, Arumi, aku mohon please..” Mahesa sangat panik ketika melihat tubuh kekasihnya terbujur lunglai.

“Kita sudah keluar dari lorong itu, please Arumi, bangunlah..” pinta sang kekasih.

Tidak satupun dari mereka yang berhasil selamat. Hanya Arumi dan Mahesa yang mampu keluar dari lorong pekat itu.

“Kita akan pulang, kita akan menikah, kita akan punya anak yang lucu-lucu..” Mahesa menangis, tersedu-sedu.

“Maafkan aku Arumi, maafkan aku.. harusnya aku tidak mengajakmu ke tempat ini. Maafkan aku..” suaranya tercekik menahan kesedihan.

Dipeluknya tubuh sang kekasih penuh kehangatan. Tiba-tiba saja wajah Arumi memerah, tubuhnya yang dingin mulai hangat. Nadinya kembali berdenyut, kelopak matanya perlahan mulai terbuka, menangkap remang cahaya fajar yang menguning.

“Aku dimana?” suara gadis itu lirih

Mahesa terperanjat, kaget. “Arumi, kamu..?”

“Aku mau pulang…” pinta sang kekasih

“Ya, kita akan segera pulang”

Mereka berdua tergopoh menuju kendaraannya yang masih berada ditempat yang sama. Matanya terus memandangi langit yang mulai terang, seakan tak percaya dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Berharap kejadian malam itu hanyalah sebuah mimpi.

Derung mesin mobil mulai terdengar, Arumi masih terlihat lelah, sedangkan Mahesa tengah beriap dibalik kemudi, hendak meninggalkan tempat misterius itu. Mobil merekapun mulai berjlan merayap, tak sengaja bola matanya melirik ke arah spion, sebuah mobil mewah berwarna biru tepat berhenti ditempat yang sama dimana mereka berhenti dan memarkirkan kendaraannya di sore lalu. Sepasang pria dan wanita turun dari kendaraan itu, dan mulai masuk ke arena hutan belantara itu. 

“Ada apa? kok tiba-tiba berhenti?” tanya Arumi

Mahesa terdiam sejenak, “Ah, ga ada apa-apa kok” balasnya, mengurungkan niatnya untuk sekedar memperingatkan sepasang kekasih yang baru saja dilihatnya, yang juga terlena dengan keindahan hutan belantara itu.

Tiba-tiba saja mobil yang dikendarainya itu benar-benar berhenti. Mahesa tak mampu kendalikan diri, tubuhnya lunglai, pandangannya buram, jalanan dan pepohonan disekitar seolah berputar mengelilinginya, dia tampak pusing. Jemari tangannya menyentuh kening, menahan bola mata yang juga ikut berputar. Seketika saja ia melihat sepasang pengantin yang saling bertatapan, pengantin lelaki itu adalah dirinya, lalu dibukanya penutup wajah sang istri, betapa kagetnya ia, ketika pengantin wanita itu adalah seorang perempuan tua buruk rupa dengan tatapan nanar padanya.

 

 

 

 




 

Comments

Popular Posts