Oleh
Surur
SEDNA
Langit
Jakarta semakin gelap, semilir angin terasa lebih dingin dari biasanya. Hampir tengah
malam, Meli masih berada di tengah hiruk pikuknya jalanan ibu kota, sepulang
dari pesta kecil ulang tahun rekan kerjanya di sebuah coffeeshop.
Tiba-tiba
saja ia menghentikan langkahnya. Bola matanya melirik ke kanan dan ke kiri seperti
mengintai sesuatu. Ada bayangan yang terus mengikutinya dari arah belakang, kemudian
ia melanjutkan langkahnya semakin cepat.
“Taksi!”
Mobil
biru muda itu pun menghampirinya. Meli menghela nafas panjang.
“Syukur
deh aku sudah di dalam mobil, kalaupun terjadi apa-apa, ya setidaknya aku sudah
berada di dalam mobil,” gumam perempuan berambut ikal itu.
Braak!
Suara benturan mengguncang tubuh meli. Rupanya tabrakan beruntun baru saja
terjadi. Meli tercengang ketakutan, menyesali ucapan yang baru saja keluar dari
mulutnya. Seolah memberi perintah atas kejadian itu. Ia berusaha keluar dari
mobil remuk yang ditumpangi, berlari menghindari kekacauan itu. Wajahnya tampak
panik, mencoba mengenali dan mengingat kejadian serupa yang pernah ia alami.
Tapi entah kapan dan di mana.
“Aku
mau keluar dari sini,” isak Meli berharap.
***
“Mengapa
aku di sini?” Meli mulai sadarkan diri.
“Siapa
yang membawaku pulang?” tanya Meli keheranan.
Matanya
menjelajah tiap sudut kamar.
Bruuk…
suara benda terjatuh. Meli terperanjat, menghampiri sumber suara. Beberapa buku
tebal tentang metafisika, antariksa juga astronomi tergeletak di lantai. Sekejap
ia teringat akan sosok Sedna, tokoh yang diciptakan dalam novel terbarunya. Sedna
adalah sosok misterius yang berasal dari
planet kerdil yang dingin dan gelap. Dibawa oleh awan oort, mahluk tersebut
berhasil masuk ke tata surya dan membayangi kehidupan manusia di bumi. Mahluk
dingin berwarna merah itu merasuki otak manusia, bersemayam di pikiran bawah
sadar dan memporak porandakan isinya. Sehingga perilaku manusia menjadi kacau
balau. Sedna memanfaatkan kelemahan alam bawah sadar itu, hingga manusia
dihantui rasa was-was, cemas, sedih, juga ketakutan berlebih. Selain itu Sedna juga
bisa membantu manusia mewujudkan semua yang dipikirkannya, dan itu hanya untuk
manusia pilihan yang disukainya saja.
“Tidak
mungkin, itu hanyalah sosok fiktif yang aku ciptakan sendiri.” tepis Meli dalam
hati.
Meli
mengembalikan buku-buku referensi yang berserakan itu ke tempatnya semula. Badannya
terasa sedikit menggigil. Sekelebatan ia melihat ada bayangan bergerak dari
balik rak buku.
“Keluar
kau mahluk misterius!” teriak Meli menantang.
Matanya
mengintai ke setiap sudut ruang. Berharap bayangan itu menampakkan diri.
“Apakah
kamu Sedna?” lirih Meli dengan suara bergetar. Ia lalu tersungkur di bawah rak
buku dan menangis ketakutan, tidak sudi dirinya disukai oleh Sedna. Seperti
kisah dalam novelnya, dimana Sedna menyukai seorang anak manusia dan memporak
porandakan kehidupan orang yang disukainya itu.
***
Matahari
mulai meninggi, Meli membuka matanya perlahan, menikmati langit cerah dari
balik tirai jendela. Lalu ia bergegas, hendak mendatangi seorang psikolog untuk
mengkonsultasikan peristiwa yang menimpanya. Berharap peristiwa itu hanyalah
delusi semata akibat terlalu fokus pada materi observasi untuk novel yang ia
garap beberapa waktu lalu.
Setelah
sekian lama menunggu di ruangan, Pria tinggi kurus berkulit kemerahan itu
menghampirinya. Wajah Meli berubah seketika, sosok pria itu seperti sangat familiar
baginya. Mata Meli terbelalak dan kedua bibirnya bergetar.
“Selamat
pagi,” sapa psikolog itu.
“Anda
siapa?” tanya Meli terbata.
“Aku
Sedna.”



Comments
Post a Comment